Pegiat antikorupsi yang juga pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar meminta KPK tak terpengaruh oleh imbauan Wiranto tersebut. Menurut dia proses penegakan hukum KPK tak boleh diintervensi oleh pihak mana pun termasuk pemerintah dalam hal ini Wiranto sebagai Menko Polhukam.
KPK tak boleh menunda atau menghentikan sementara penyelidikan kasus korupsi yang diduga melibatkan calon kepala daerah. Pengusutan kasus tersebut tak hanya soal kasus korupsinya, tapi yang lebih penting adalah masyarakat mendapatkan kepala daerah yang bagus, bukan yang terlibat kasus korupsi.
"KPK harus melanjutkan proses-proses ini. Bukan sekadar ini kasus korupsi, ini untuk kita mendapatkan calon kepala daerah yang bagus," kata Zainal saat berbincang dengan detikcom, Kamis (15/3/2018).
Direktur Advokasi Pusek Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril menambahkan, pemerintah tak punya kewenangan untuk meminta aparat penegak hukum menunda penyidikan sebuah kasus korupsi. Penegakan hukum adalah proses independen yang tak bisa diintervensi oleh pihak mana pun.
"Sepanjang ada alat bukti harus dilakukan (penyidikan) secara independen tanpa campur tangan dari pihak mana pun," kata Oce yang diwawancara terpisah.
KPK sendiri tak terpengaruh dengan permintaan Menko Polhukam Wiranto. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan pihaknya tetap akan melanjutkan proses hukum calon kepala daerah yang terindikasi korupsi.
Menurut Febri, yang ditangani KPK adalah penyelenggara negara. Bahwa kemudian penyelenggara negara tersebut menjadi calon kepala daerah, itu hanya sebuah kebetulan saja.
"Yang diproses oleh KPK adalah penyelenggara negaranya. Jadi, posisi dia sebagai kepala daerah atau penyelenggara negara yang kemudian menjadi kewenangan KPK. Bahwa dia kebetulan adalah calon kepala daerah dan kebetulan punya posisi yang lain itu di luar domain kami," kata Febri.
Wiranto belakangan meminta pernyatannya soal penundaan pengumuman kepala daerah yang terkait korupsi tak dibenturkan dengan KPK. Dia menegaskan bahwa pernyataan itu hanya bersifat imbauan. Pemerintah sifatnya hanya mengingatkan boleh dilaksanakan atau tidak oleh KPK.
"Ini namanya imbauan. Itu sesuatu yang silakan dilakukan boleh dan tidak juga nggak apa-apa. Tapi kewajiban kita saling mengingatkan. Itu kewajiban kita," kata Wiranto.
Hingga saat ini tercatat ada lima calon kepala daerah yang diciduk KPK dan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan korupsi. Mereka adalah calon bupati petahana Jombang, Nyono Suharli Wihandoko; Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae; Calon Bupati petahana Subang Imas Aryumningsih; Calon Gubernur Lampung, Mustafa; Calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, lima calon kepala daerah itu masih diperbolehkan mengikuti proses Pilkada. Ini lantaran Undang-undang Pilkada tak bisa mengganti calon kepala daerah yang diduga terlibat korupsi di tengah jalan.
Muncul wacana agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang mengatur bahwa calon kepala daerah yang terlibat korupsi bisa diganti di tengah jalan. Zainal Arifin Mochtar setuju dengan rencana tersebut.
Sementara Oce Madril mengatakan soal Perppu pergantian calon kepala daerah di tengah jalan karena terlibat korupsi sepenuhnya kewenangan Presiden.
"Perppu itu menjadi jalan terbaik atau tidak itu kewenangan presiden. Itu pilihan menarik mereka-mereka yang terkena kasus koruspi bisa dihentikan oleh Perppu," kata Oce.
Namun dia mengingatkan bahwa Perppu tersebut sifatnya terbatas. Perppu diterbitkan oleh Presiden dan perlu persetujuan DPR untuk menjadikannya undang-undang. "Perppu itu hukum darurat, kalau nanti DPR menolak Perppu, maka kembali ke aturan lama. Nah ini bagaimana implikasi hukum kalau Perppu ini ditolak," papar Oce.
Yang pasti kata Zainal maupun Oce Madril, harus mulai dipikirkan bagaimana rakyat mendapatkan pemimpin berkualitas yang tak terlibat kasus korupsi.
(erd/jat)